Mungkinkah memindahkan ibukota Indonesia dari Jakarta? Mengapa tidak?
Jika kita baca dan tonton banyak berita, tulisan, surat pembaca, talkshow, puisi, tentang Jakarta, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Macet. Soal yang satu ini sudah sangat keterlaluan. Menjengkelkan, menyesakkan, membuat hidup kita berjalan sangat lambat dan membosankan.
2. Penuh polusi. Di samping penjualan mobil dan motor yang tak dibatasi, angkutan-angkutan bobrok yang tak laik jalan juga membuat polusi kita berada di tiga besar kota penuh polutan di dunia.
3. Kumuh. Kebersihan Jakarta adalah kebersihan permukaan dan jalan protokol. Ambil contoh jalan Sudirman dan Tamrin. 2-3 rumah di belakang jalan besar itu, dengan mudah kita sudah menemukan kampung kumuh, kotor, got mampet, jorok.
4. Sesak, overload penduduk. 10 juta siang hari, 12 juta malam hari. Kemungkinan besar saat ini jauh lebih banyak dari itu. Meski jika kita take off dari Cengkareng akan kelihatan betapa tidak meratanya penyebaran penduduk di Jakarta, terbukti dengan masih banyaknya tanah kosong, namun hitung-hitungan umumnya menunjukkan bahwa Jakarta kekurangan green area dan daerah resapan. 10 tahun yang lalu, konon ada 300 danau resapan air di Jakarta, tapi sekarang tinggal 70-80an. Di samping itu, gelombang urbanisasi juga tak terbendung.
So, fakta-fakta itu sudah sangat cukup untuk membuat kita mengusulkan pemindahan Ibukota. Memang konsekwensinya agak rumit, misalnya bagaimana dengan gedung-gedung pemerintah yang asetnya triliunan. Tapi kalau kita pikirkan alternatif misalnya, membuat Jakarta menjadi pusat bisnis, dan gedung-gedung itu kemudian diswastakan, itu masih memungkinkan.
Jika kita pindahkan Ibukota kita ke Medan atau Padang misalnya, atau kalau tak mau terlalu njomplang ya Surabaya atau Bandung, kita akan membangun infrastruktur baru di sana yang tentu saja sangat berguna bagi pengembangan wilayah itu. Urbanisasi juga akan terkonsentrasi ke ibukota yang baru itu, atau minimal terbagi ke sana.
Dengan demikian, dampak positifnya jauh lebih besar daripada cost yang dikeluarkan. Pemerataan pembangunan, pemerataan kesadaran politik, pemerataan tingkat pendidikan, tidak akan menjadi jargon kosong tanpa aplikasi.
So, pindah Ibukota, mengapa tidak?
lucu juga kedengarannya, mo mindahin ibu kota Indonesia dari Jakarta? yooooo, sami mawon mindahin, yang namanya macet,penuh polusi, kumuh plus sesak itu to mas..mas!. la wong mereka semua itu ada karena nama Ibu kotanya. So, mo di pindahin kemana aja ya pasti mereka akan ngintil. coba renungin deh…, lagian ibu kota tanpa mereka semua nggak seru, nggak maniez gitu! permen kaleee…
Aku mau memindahkan ibukota ke neraka. Biar sekalian menjadi neraka. Lha, Jakarta yang empet-empetan ini kan sumpek, panas, macet, biadab, kayak neraka. Dan banyak setan-setan berkeliaran di ruang Jakarta ini. Nah, sekalian aja ibukota di pindah ke neraka (ibunya ibukota). ha, ha, ha…salam kenal mas!
nick, kalo mau mindahin ibukota dengan maksud reinfrastuktur ma sekalian aja di daerah timur sana. (btw, gue baru dari ruteng. kotanya cantik banget dengan alam yang luar biasa meski dengan infrastruktur yang seadanya). kalo masih diseputaran pulau jawa-sumatera ma sama juga boong. kota-kota di pulau ini relatif dah maju dengan persoalan yang gak kalah ruwet dengan jakarta. lagian, matahari kan terbit dari timur dan selisih waktu di indonesia timur lebih cepat dua jam. tapi justru mereka yang paling tertinggal. jadi, kenapa gak sekalian mindahin ibukota di timur sana? (pernah ada artikel yang ngusulin tentang ini. tapi lupa dimana dan siapa penulisnya). berani?
saya setuju dengan mas/mbak Syafa. dengan semangat otonomi daerah dan pemerataan pembangunan sudah sepatutnya daerah timur Indonesia memperoleh jatah re-infrastruktur. supaya sentral Indonesia tidak melulu di jawa-sumatera gitu lho… sapa tahu ide tadi bisa mengurangi ancaman disintegrasi. (wis, omonganku koyo wong sing ngerti bae…). salam kenal untuk mas anick. terima kasih atas caping-nya.
@ Terima kasih atas apresiasinya. Salam kenal juga semuanya…
Sebenarnya usulan memindahkan ibukota sudah terlambat. Jakarta sudah terlanjur tidak layak huni bagi siapapun. Karena kita tidak pernah merencanakan berdasarkan perkembangan penduduk tetapi..”terjadi begitu saja”. Tetapi sebelum lebih terlambat lagi sebaiknya pemindahan Jakarta harus menjadi prioritas pembangunan masing2 sektor. Yang perlu dipersiapkan adalah memisahkan dulu urusan bisnis dan negara. Setelah itu baru dipindah mengenai tempat sebaikny daerah yang masih perawan, jadi tidak banyak urusan dgn pembebasan tanah, seperti Kalimantan atau Sulawesi. Tetapi Kalimantan saya kira lebih kondusif karena masyarakatnya lebih majemuk .Jawa bisa jadi pusat bisnis. Tetapi masyarakat tidak harus mengurus segala sesuatunya dari Ibu Kota . Propinsi lebih banyak diberi kewenangan untuk urusan itu, seperti urusan pendidikan, luar negeri. La …yang tidak mau pindah ya ditinggal saja. Masih banyak orang Indonesia yang mau mengabdi pada negara ini.
Dengan tingkat kemacetan seperti sekarang ini, diperkirakan tidak sampai 5 tahun, Jakarta akan mengalami “dead lock’ karena panjang jalan sama dengan jumlah kendaraan. Oleh sebab itu pindah ke daerah lain harus menjadi agenda pilpres atau pilgub (seharusnya) jika tidak Jakarta akan menjadi tumpukan sampah, orang stress, orang gila. dll.